Stereotip dan Etnik
STEREOTIP DAN ETNIK
Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat
Komunikasi
Oleh :
Galuh Andi Wicaksono
2014230019
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL
DAN POLITIK
UNIVERSITAS TRIBUWANA
TUNGGADEWI
2016
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Manusia
merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi untuk proses pemenuhan
kebutuhan hidupnya. Interaksi tersebut dapat diinterpretasikan dalam wujud
komunikasi. Komunikasi akan berjalan lancar jika pelaku yang terlibat dalam
komunikasi memiliki latar belakang budaya yang sama. Indonesia adalah negara
pluralistik yang dibentuk dari beragam suku budaya, ras dan bahasa yang
berbeda-beda. Sehingga dalam realita kehidupan, untuk bersosialisasi dengan
masyarakat tentu akan berjumpa dengan beragam suku budaya, ras dan bahasa yang
berbeda-beda.
Perbedaan
budaya di Indonesia menciptakan keanekaragaman pengalaman, nilai dan cara
memandang dunia. Keanekaragaman tersebut menciptakan pola-pola komunikasi yang
sama di antara anggota-anggota yang memiliki latar belakang sama dan
mempengaruhi komunikasi diantara anggota-anggota daerah dan etnis yang berbeda.
Perbedaan pola komunikasi inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya berbagai
macam penilaian baik positif maupun negatif antar latar belakang atau kelompok yang
berbeda. Sering kali penilaian tersebut mengeneralisasikan
sebagain kecil hal yang menjadi ciri khas dari suatu latar belakang ke seluruh
anggota latar belakang atau kelompok tersebut.
Di
kehidupan bermasyarakat sering dijumpai kelompok – kelompok sosial yang tidak
dipungkiri banyak terjadi pertentangan antara anggotanya dalam saling memenuhi
kebutuhan. Bagaimana anggota kelompok dapat menerima ketidaksamaan dari
kelompok lain dengan segala konsekuensinya. Ketidak sediaan menerima perbedaan
orang atau kelompok lain, inilah yang nantinya akan menyebabkan pertentangan
antar individu ataupun kelompok.
Komunikasi
antar budaya merupakan tindakan komunikasi yang dilakukan oleh
individu-individu yang diidentifikasikan dengan kelompok-kelompok yang
menampilkan variasi antar kelompok dan pertukaran sosial dan budaya. Sehingga
dengan adanya komunikasi antar budaya dapat memperjelas interaksi antar
individu dan kelompok-kelompok yang memiliki persepsi berbeda dalam
interpretasi
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud dengan
stereotip?
2.
Apa saja faktor yang mendorong
timbulnya stereotip?
3.
Bagaimana stetreotip etnis yang
ada di Indonesia?
4.
Bagaimana dampak dari stereotip?
C.
TUJUAN
1.
Mengetahui pengertian dari
stereotip.
2.
Mengetahui faktor pendorong
timbulnya stereotip.
3.
Mengetahui stereotip etnis di
Indonesia.
4.
Mengetahui dampak dari stereotip.
D.
MANFAAT
Manfaat
dari makalah ini adalah diharapkan dapat meningkatkan kepekaan terhadap keadaan
dan dapat menempatkan diri dimana pun berada.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN STEREOTIP
Istilah
stereotip berasal dari bahasa latin yakni stereot yang berarti kaku, dan tipos yang berarti kesan
atau gambaran. Jadi, stereotip berarti anggapan atau gambaran kaku terhadap
seseorang yang seakan tidak akan berubah. Menurt Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), stereotip adalah konsepsi mengenai sifat suatu golongan berdasarkan
prasangka yang subjektif dan tidak tepat.
Menurut Baron,
Branscombe dan Byrne (2008 : 188), stereotip adalah kepercayaan tentang sifat
atau ciri-ciri kelompok sosial yang dipercayai untuk berbagi. Sedangkan menurut
Franzoi (2008 : 199) Stereotip adalah kepercayaan tentang orang yang
menempatkan mereka kedalam satu kategori dan tidak mengizinkan bagi berbagai
(variation) individual. Sehingga dapat dikatakan bahwa Stereotipe adalah
pendapat atau prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana
pendapat tersebut hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam
kelompok tertentu tersebut.. Kelompok-kelompok ini dinamakan ingroup dan
outgroup, dimana ingroup adalah beberapa orang yang berada di dalam sebuah
kelompok, sedangkan outgroup adalah orang-orang yang berada di luar kelompok
tersebut.
Sebagian
orang menganggap segala bentuk stereotipe negatif padahal faktanya stereotipe
dapat berupa prasangka positif dan negatif, dan kadang-kadang stereotipe
dijadikan alasan untuk melakukan tindakan diskriminatif. Stereotipe jarang
sekali akurat, biasanya hanya memiliki sedikit dasar yang benar, atau bahkan
sepenuhnya dikarang-karang.
Menurut
Franzoi (2009 : 199) orang memperlihatkan sikap stereotip dengan maksud :
1.
Berpikir cepat :
memberikan informasi dasar untuk tindakan segera dalam suasana tidak tentu,
informasi yang kaya dan berbeda tentang individu yang kita tahu secara pribadi,
menampakkan berfikir sangat bebas untuk tugas lain.
2.
Efisien dan memberi peluang
kepada orang lain bergabung secara kognitif dalam aktivitas kebutuhan lain.
Menurut Baron
& Paulus (dalam Sobur, 2009:391) ada dua faktor yang menyebabkan
adanya stereotip yaitu :
-
Kecendrungan manusia
untuk membagi dunia dengan dua kategori: kita dan mereka. Orang-orang yang kita
persepsi sebagai kelompok di luar kita dipandang lebih mirip satu sama lain,
karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, kita cenderung
menyamaratakannya dan menganggapnya homogen.
-
Kecendrungan kita untuk
melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin dalam berpikir mengenai orang
lain. Dengan kata lain, stereotip menyebabkan persepsi selektif tentang
orang-orang dan segala sesuatu di sekitar kita. Dengan memasukkan orang
dalam kelompok, kita berasumsi bahwa kita tahu banyak tentang mereka
(sifat-sifat utama dan kecendrungan prilaku mereka), dan kita menghemat tugas
kita untuk memahami mereka sebagai individu.
B.
FAKTOR PENDORONG STEREOTIP
Dalam kenyataan,
stereotip adalah “cepat berfikir” yang memberikan kita informasi yang kaya dan
berbeda tentang individu yang kita tidak tahu secara pribadi. Ada beberapa
faktor yang mempengaruhi dan mendorong timbulnya stereotip, yaitu :
1.
Keluarga perlakuan ayah
dan ibu terhadap anak laki-laki dan perempuan yang berbeda. Orang tua
mempersiapkan kelahiran bayi yang berbeda atas laki-laki dan perempuan. Mereka
juga menganggap bahwa bayi laki-laki kuat, keras tangisannya, sementara bayi
perempuan lembut dan tangisannya tidak keras.
2. Teman
sebaya : teman sebaya memiliki pengaruh yang besar pada stereotip anak sejak
masa prasekolah dan menjadi sangat penting ketika anak di Sekolah Menengah
Pertama maupun Sekolah Menengah atas. Teman sebaya mendorong anak laki-laki
bermain dengan permainan laki-laki seperti sepak bola, sementara anak perempuan
bermain dengan permainan perempuan seperti bermain boneka.
3. Sekolah
: Sekolah memberikan sejumlah pesan gender kepada anak-anak. Sekolah memberikan
perlakuan yang berbeda diantara mereka.
4. Masyarakat
: Masyarakat mempengaruhi stereotip anak melalui sikap mereka dalam memandang
apa yang telah disediakan untuk anak laki-laki dan perempuan mengidentifikasi
dirinya. Perempuan cenderung perlu bantuan dan laki-laki pemecah masalah.
5.
Media massa : melalui
penampilan pria dan wanita yang sering terlihat di iklan-iklan TV maupun koran.
Tidak hanya frequensi yang lebih banyak pada laki-laki daripada perempuan
tetapi juga pada jenis-jenis pekerjaan yang ditampilkan laki-laki lebih banyak
dan lebih bergengsi daripada perempuan.
C.
STEREOTIP ETNIS
Stereotip merupakan
salah satu mekanisme penyederhana untuk mengendalikan lingkungan, karena
keadaan lingkungan yang sebenarnya terlalu luas, terlalu majemuk, dan bergerak
terlalu cepat untuk bisa dikenali dengan langsung. Stereotip
Etnis adalah kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga
suatu golongan etnis tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis,
termasuk golongan etnis mereka sendiri.
Ada empat unsur
penting yang terkandung dalam defenisi ini, yang paling perlu di jelaskan lebih
lanjut yakni :
-
Stereotip termasuk
kategori kepercayaan.
-
Stereotip dianut
bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis. Sikap seseorang
terhadap suatu golongan etnis, yang ditentukan oleh jumlah nilai dari
sifat-sifat khas yang diatribusikan pada golongan etnis itu. Jadi, bila unsur
konsensus diabaikan, stereotip hanyalah atribusi sifat-sifat khas, sedangkan
sikap (attitude) merupakan nilai dari sifat-sifat khas yang
diatribusikan.
-
Sifat-sifat khas yang
diatribusikan ada yang esensial dan ada yang tidak.
-
Golongan etnisnya sendiri
juga bisa dikenai stereotip yang dinamakan "oto-stereotip".
Berikut adalah beberapa stereotipe
mengenai etnis-etnis di Indonesia, baik dari ingroup maupun outgroup.
1. Batak
Orang Batak mengaku
sebagai suku yang paling toleran di seluruh Indonesia. Karena itu menurut
mereka, kerusuhan dengan motif etnik maupun agama tidak akan masuk ke “tanah
air” mereka. Sudah menjadi hal yang lazim di sana bahwa orang Muslim membantu
orang Kristen yang merayakan Natal, dan sebaliknya orang Kristen juga membantu
orang Muslim yang merayakan Lebaran. Toleransi itu terjadi karena ada pertalian
adat atau dalihan na tolu yang sangat kuat dipegang oleh orang Batak. Secara
umum orang Batak mengaku tidak punya masalah dengan etnik-etnik yang lain,
termasuk dengan etnik Tionghoa.
Orang Batak dikatakan
suka berbicara dengan suara yang keras agar diperhatikan orang lain (bahkan ada
yang mengidentikkan suka berbicara ini dengan suka membual).
Orang Batak itu
pemberani dan agresif, mereka berani dalam mengemukakan pendapat sendiri
walaupun mereka berada di dalam kedudukan minoritas, orang batak tidak
akan terkalahkan oleh kaum yang mayoritas.
Orang Batak itu kasar,
ini tampak dari kebiasaan mereka yang suka berbicara keras-keras dan suka
berkelahi di depan orang lain dan pernyataan ini di dukung dengan perawakan
mereka misalnya bentuk dan ekspresi muka.
2. Jawa
Orang Jawa juga mengaku
sebagai etnik yang paling toleran dan paling mudah beradaptasi. Dalam soal
hubungan antaretnik, orang Jawa merasa tidak punya masalah dengan kelompok etnik
mana saja.Stereotipe orang Jawa adalah lamban dan masa bodoh. Orang Jawa
memiliki stereotipe sebagai sukubangsa yang sopan dan halus. Tetapi mereka juga
terkenal sebagai sukubangsa yang tertutup dan tidak mau terus terang. Sifat ini
konon berdasarkan watak orang Jawa yang ingin menjaga harmoni atau keserasian
dan menghindari konflik, karena itulah mereka cenderung untuk diam dan tidak
membantah apabila terjadi perbedaan pendapat.
3. Minang
Bicara tentang Minang
berarti bicara tentang Islam. Sebab orang Minang itu bisa dikatakan semuanya
memeluk Islam. Orang Minang yang tidak Islam itu secara etnis tetap
Minang, tapi dia “dilempar” dari sukunya. Ada dua tali di Minangkabau, yaitu
tali darah dan tali adat. Tali darahnya Islam, dan tali adatnya budaya Minang. Etnis
Minang disebut memiliki fanatisme kesukuan karena mereka suka membantu orang
sekampung, Etnis Minang itu rela tidur di emper-emper dan berdagang sampai
berpeluh-peluh asalkan bisa mengirimkan penghasilannya ke kampung
halaman. Sikap dagangnya kuat, tidak ada tawar menawar bagi mereka. Orang
Minang itu culas dan licik, seperti ada pernyataan yang mengatakan “tahimpik di
ateh, takuruang di lua” ( terhimpit di atas, terkurung di luar).
4. Tiong
Hoa
Orang Tiong Hoa rajin,
ulet dan serius. Etnis tiong hoa di Indonesia dan di seluruh dunia itu sudah
sebagai perantau sejak ratusan tahun yang lalu. Mau tak mau mereka menjadi
rajin dan ulet. Semakin hidup sulit semakin ulet, kalau tidak akan putus karena
mereka mengalami diskriminasi di negara orang lain. Kalau etnis tiong hoa di
negaranya sendiri mungkin juga ada yang malas karena merasa santai di negeri
sendiri. Karena keuletannya tersebut semua etnis tiong hoa dianggap kelas
menengah ke atas, dianggap orang kaya. Padahal dalam struktur sosial China,
menjadi pedagang adalah pekerjaan yang paling rendah disana. Ada yang
mengatakan etnis tiong hoa itu bersifat industrial dan ada juga yang melabel
etnis ini sebagai etnis yang commercial. Orang Tiong Hoa tidak nasionalis,
mereka seringkali memakai bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari bahkan di
tempat umum sekalipun. Orang Tiong Hoa selalu ingin duluan, misalnya mereka
tidak mau antri, maunya nyerobot,tidak mau ikut aturan main. Etnik yang paling
aman dari persoalan disintegritas bangsa, sebab etnik ini telah menyebar ke
seluruh Indonesia. Orang Tiong Hoa yang menganggap rendah masyarakat pribumi
5. Aceh
Etnik Aceh mengklaim etniknya sendiri sebagai etnik yang
toleran. Toleransi antaretnik dan agama adalah hal yang sangat dijunjung tinggi
di sana. Karena itu, menurut mereka, di Aceh tidak akan terjadi konflik etnik
atau agama. Orang Budha, Hindu, Kristen, atau siapa saja yang sembahyang di
depan rumah mereka, tidak akan diganggu. Orang Aceh juga tidak menganggap ada
sentimen antaretnik di sana. Yang jadi masalah adalah kalau budaya dan kultur
Aceh diinjak-injak, seperti (menurut mereka) yang dilakukan oleh pemerintah
pusat selama ini. Seperti pernyataan atau istilah kata dalam bahasa aceh “ureng
aceh bek sigepih dipesakit hatejih” (orang aceh jangan sekalipun disakiti
hatinya), Etnis Aceh terkenal sebagai bangsa yang gagah berani. Keterlibatan
orang Aceh dalam perang di masa lalu tidak hanya untuk kalangan laki-laki
dan orang dewasa saja, tetapi juga terlibat kaum perempuan, yang banyak yang
menjadi panglima perang di Aceh pada saat itu. Di situlah dapat kita melihat
bahwa sifat Heroisme itu sangat kental dan hampir menyeluruh. Salah satu
kelebihan lainnya yang dimiliki oleh orang Aceh adalah kerja keras dan pantang
menyerah. Jika dilihat dari aspek sosial, maka gerak bisnis orang Aceh sudah
dimulai sejak pukul empat pagi, khususnya ketika warung kopi dibuka. Disini
dapat diketahui bahwa mereka yang menjual sarapan pagi tentu bangun lebih pagi
daripada jadwal mereka harus membuka warung. Sehingga kadang kala, mereka boleh
jadi bangun pada jam 2 pagi. Ini menandakan bahwa orang Aceh begitu kuat
kemauannya dalam mencari nafkah. Ini belum lagi jika kita lihat masyarakat
nelayan yang pagi buta sudah pergi berlayar, yang kadang kala juga jarang
diselingi dengan shalat subuh. Etnis aceh memiliki rasa kesukuan yang sangat
menonjol (sukuisme/provinsialisme), membanggakan sesama etnisnya, dan saling
menjunjung tinggi adat dan agama. Contohnya saja masih berlakunya syari’ah
islam. Orang aceh berwatak keras, ingin menang sendiri, dan egois. Etnis aceh
berdarah panas atau suka marah-marah dan mau menang sendiri
D.
DAMPAK STEREOTIP
Stereotip dapat
memberikan dampak sebagai berikut :
1.
Stereotip dapat
mempengaruhi apa yang kita rasakan dan kita ingat yang berhubungan
dengan tindakan orang-orang dari kelompok lain.
2. Stereotip
dapat membentuk penyederhanaan gambaran secara berlebihan pada anggota
kelompok lain. Individu cenderung menyamakan perilaku
individu-individu kelompok lain sebagi tipikal yang sama.
3. Stereotip
dapat menimbulkan pengkambinghitaman.
4.
Stereotip kadangkala
memang memiliki derajat kebenaran yang cukup tinggi, namun sering tidak
berdasar sama sekali. Mendasarkan pada stereotip bisa menyesatkan. Lagi pula
stereotip biasanya muncul pada orang-orang yang tidak mengenal sungguh-sungguh
etnik lain.
BAB III
KESIMPULAN
1.
Stereotip merupakan pendapat atau
prasangka mengenai orang-orang dari kelompok tertentu, dimana pendapat tersebut
hanya didasarkan bahwa orang-orang tersebut termasuk dalam kelompok tertentu
tersebut.
2.
Orang memperlihatkan sikap
stereotip dengan maksud untuk berfisikir cepat dan efisien.
3.
Faktor-faktor yang dapat mendorong
timbulnya stereotip didapat dari lingkungan keluarga, teman sebaya, sekolah,
masyarakat dan media massa.
4.
Stereotip Etnis adalah
kepercayaan yang dianut bersama oleh sebagian besar warga suatu golongan etnis
tentang sifat-sifat khas dari berbagai golongan etnis, termasuk golongan etnis
mereka sendiri
5.
Dampak terburuk dari adanya
stereotip adalah munculnya pengkambinghutaman dan perselisihan antar kelompok.
DAFTAR PUSTAKA
Amatilah, vira. 2012. Steretip. Diakses dari http://pemujawarnaungu.blogspot.co.id
pada 7 Desember 2016.
Cadaca. 2013. Tentang Stereotip Etnis. Diakses dari http://z-tentang.blogspot.co.id pada
7 Desember 2016.
Pupun. 2013. Stereotip beberapa etnis di Indonesia. Diakses dari pupunsaid.wordpress.com
pada 7 Desember 2016.
Patmi, sri. 2014. Etnosentrisme dan stereotip?. Diaskes dari http://sripatmi.blogspot.co.id pada 7
Desember 2016.
Zalati, Latifiana. 2015. Stereotip, Prasangka dan Diskriminasi. Diakses
dari http://latifianazalati.blogs.uny.ac.id
pada 7 Desember 2016.
Comments
Post a Comment